Senin, 19 Maret 2018

Multitask


Waktu kecil dulu, gue sering banget dilempar remot atau tutup pulpen, abis itu gue denger orang rumah teriakin nama gue sambil marah-marah. Gue sering dikatain budeg. Apalagi sejak gue SMP gue punya hape dan sering pake headset denger lagu, makin kuatlah asumsi orang-orang kalo gue itu beneran budeg gara-gara suka dengerin headset.


Waktu SMA, akhirnya gue tahu alasannya. Gue bukan budeg, kalo gue budeg, supposedly gue nggak bisa denger orang ngomong. Masalahnya satu : Fokus gue nggak bisa kebagi. I can not multitask. Mostly gue nggak denger orang manggil ketika gue melakukan aktivitas lain, ngomong sama orang lain, baca, nonton tv, nulis atau denger musik (sambil berimajinasi).

I do things greatly when I don’t have to multitask. Seperti kenapa nilai ulangan gue bagus waktu sekolah, atau gue suka matematika. Karena mengerjakan hal-hal tersebut, lo Cuma butuh satu hal : Fokus (dan belajar. Assume gue sudah melakukannya).

Dari sekadar masalah dipanggil suka nggak nyaut karena dikira nggak denger, hal ini mulai jadi masalah yang major. Ketika gue disuruh bertanggungjawab atas beberapa hal sekaligus. Pas SMA sampai kuliah gue serabutan banget. Demi dapat duit jajan tambahan, gue sempat bantuin jualan kemeja, jualan baju (mulai dari proses ngelayanin customer, ambil barang ke supplier, sampe harus ke JNE ngirim-ngirimin barang setiap hari) dan jualin makanan di kampus/sekolah.
Pada saat itu... gue juga bantuin cece gue di pabrik ngitung stok dan produksi roti.

Jangankan ngomong fokus, I can not even spare some times for myself. Gue juga baru sadar, I often lost myself ketika gue disela, misalnya gue lagi mengerjakan sesuatu, terus ada yang manggil ajak ngomong, gue bisa langsung bengong... “Ha, gue tadi ngerjain apa?”

Atau bahkan ketika gue lagi ngomong, lalu disela, gue bisa langsung lupa tadi mau ngomongin apa. I am really bad at multitasking.

Masalah-masalah kecil ini kemudian bikin gue nggak bisa perform dengan baik di semuanya. Fokus aja gue bisa ceroboh, apalagi sambil multitasking (tingkat ketelitian gue waktu tes IQ pas SMA itu 96. Lowest score from all of the components).

Kemudian gue lulus kuliah dan mulai kerja. Things starting to get better. Gue mulai bisa mengerjakan pekerjaan gue dengan baik, tapi kondisi di sini adalah gue tetap fokus dengan pekerjaan gue sehari-hari. Gue beda sama Medi yang sanggup kerja sambil nerima berbagai macam projek di saat yang bersamaan. If it were me, I will mess all things up.

Jadi sebetulnya impian orang-orang tentang bisa bekerja sambil berbisnis, actually won’t work for me, at least for now. Because I am really bad at doing two major works at the same time. It should be one or nothing can be achieved. Kemarin gue sempet ditawarin peluang yang cukup oke untuk pemasukan tambahan, seperti biasa gue galau. Gue sudah siap mengetikkan kata-kata di blog gue tentang gimana gue harus semangat dan keluar dari comfort zone bla bla bla. Setelah titik dan masuk ke kalimat kedua, i start to question myself, kenapa gue harus galau, kenapa harus ada fase tengah-tengah kayak galau ini. Kenapa nggak iya dan tidak aja? Kenapa gue malah melantur kemana-mana yang mana membuat gue ngerasa semakin nggak mampu dan ngerasa semakin kecil tentang diri gue sendiri?

Jawabannya ternyata satu, gue mau, tapi gue tau gue belum mampu. Ini bukan gue sedang berusaha merendahkan diri dan mengecilkan impian gue, tapi tawaran sampingan yang bagi sebagian orang bisa jadi kesempatan bagus untuk memulai sesuatu yang baru dan dapat penghasilan tambahan yang besar buat gue bisa jadi kesalahan gue melipir dari jalur yang sudah gue buat sendiri. On the other side, kerjaan sampingan itu nggak ada hubungannya sama sekali sama visi gue kedepannya, hasilnya Cuma satu : duit. So, why bother and try to be someone else that’s not me.

Jadi setelah gue berpikir lama, pake galau segala... Gue memutuskan untuk fokus sama apa yang ada sekarang and do my very best. Karena gue tau lebih baik daripada mengulangi kecerobohan yang sama. Serabutan.

Bisnis itu jadi impian orang banyak, nggak berarti itu bukan bagian dari rencana gue, but I am still struggling with myself right now. Gue cukup kagum sama orang yang sanggup bisnis sambil kerja, atau akhirnya ngelepas kerjaan demi bisnis mereka sendiri. It takes courage and multitasking skill yang mana faktor terakhir itu gue nggak bisa banget. Jadi sekeren dan seideal apapun itu kedengerannya, I know it’s not my time.

“Eh, orang sukses tuh ga menyia-nyiakan peluang loh. Ada kesempatan masa nggak diambil.”

Iya, tapi mereka mostly fokus sama apa yang mereka kerjakan. Hal kecil jadi hal besar. They know what is matter and what is not.

“Lo takut aja kali keluar dari comfort zone sekarang.”

Comfort zone apaan, dipikir state gue sekarang “comfort”? Eh, lumayan sih.

“Ah, lo kurang pinter liat kesempatan.”

I see long term opportunity by investing in myself.

“Lo sih kebanyakan makan, jadi gendut.”

BODO AMAT SEMPAK.

Salam Roti! 

Tidak ada komentar: